Rabu, 05 September 2007

SENYUM ITU SHODAQOH

Jarum jam masih menunjukkan pukul 07.00, tetapi beberapa anak 3B ada yang sudah memasuki kelas. Mereka adalah Kemal, Aldi, Dhini dan Witsqa. Sambil menunggu bel masuk, Dhini dan Witsqa asyik bercakap-cakap di kursi. Sementara itu, Kemal dan Aldi bermain bola karet di lantai.

Tiba-tiba…

“Assalammu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam,” jawab Aldi dan Kemal sambil memandang ke arah pintu

Bimo melangkah masuk kelas sambil menyandang tas biru bergambar Digimon di bahu. Rambutnya kucel tertiup angin, tetapi dia tersenyum lebar sekali, sampai matanya jadi sipit.

“Iiih, Bimo senyum-senyum sendiri,” Aldi memandang Bimo heran.

“Kenapa, Bim?,” tanya Kemal.

Dhini dan Witsqa berhenti bercakap-cakap. Keduanya memandangi Bimo yang masih tersenyum mencurigakan.

“Lagi bahagia ya, Bim?,” tanya Witsqa.

Bimo berjalan ke kursinya dengan santai tanpa menjawab pertanyaan teman-temannya. Setelah meletakkan tasnya di kursi, ia bergabung dengan Kemal dan Aldi.

“Mulai sekarang aku mau terus tersenyum,” kata Bimo.

Kemal terbelalak. Aldi mengerutkan kening tidak mengerti.

“Kalau sedih juga tersenyum?,” tanya mereka serentak.

“He-eh,” jawab Bimo.

“Kalau marah juga senyum?,” tanya Dhini sambil menggaruk-garuk jilbab yang menutupi rambutnya. Aneh kali ya, ada orang marah sambil senyum.

“Tapi kenapa? Masa kamu terus tersenyum sepanjang hari?”

“Begini ceritanya,” Bimo bersila di lantai, “Kemarin Bu Wiwin bilang senyumku manis. Makanya sekarang aku jadi pengen senyum terus.”

“Huuu Bimooo…, itu sih takabuuur!!,” seru Aldi, Kemal, Dhini dan Witsqa kompak.

Aldi, Kemal, Dhini dan Witsqa langsung bubar jalan. Bimo ditinggal sendirian di kelas. Dia kebingungan melihat teman-temannya kabur.

Siangnya, seusai sholat dzuhur, Bimo mendatangi Bu Wiwin di mejanya. Bu Wiwin sedang memeriksa hasil ulangan, tetapi ia segera berhenti bekerja ketika Bimo datang.

“Ada apa, Bimo?,” tanya Bu Wiwin.

“Bu, bener nggak sih saya ini takabur?,” Bimo balik bertanya.

“Insya Allah Bimo anak baik,” ujar Bu Wiwin, “Memangnya kenapa?”

“Sebel aja. Tadi teman-teman bilang saya takabur,” Bimo menjawab sambil cemberut.

“Kok bisa begitu? Memangnya Bimo berbuat apa?”, Bu Wiwin bertanya lagi.

“Karena Bu Wiwin bilang senyum saya manis, saya tadi pagi senyum terus. Bukannya dibilang manis, teman-teman bilang saya takabur.”

Bu Wiwin terus mendengarkan cerita Bimo sampai dia selesai bercerita. Setelah itu, dia menjelaskan pada Bimo duduk permasalahannya.

“Bimo, semua orang akan terlihat manis kalau sedang tersenyum. Senyum itu shodaqoh, asalkan kita ikhlas melakukannya. Bukan karena terpaksa atau juga bukan karena ingin dibilang manis,” ujar Bu Wiwin.

“Oh, begitu ya, Bu? Kalau begitu, saya mau senyum untuk shodaqoh aja deh,” sahut Bimo dengan wajah berseri-seri tanda ia telah mengerti.

“Nah, itu baru anak sholeh,” Bu Wiwin ikut tersenyum.

Setelah mengucapkan terima kasih, Bimo pergi menghampiri teman-temannya.

“Eh, tahu nggak?,” ujar Bimo pada teman-temannya,“Ternyata senyum itu shodaqoh lho. Sekarang aku mau senyum untuk shodaqoh, bukan untuk takabur. Setuju?”

“Setuju dong,” sahut teman-temannya semangat.

…dan hari itu semua anak 3B tersenyum manis.

Tidak ada komentar: